Prinsip-prinsip Organisasi
|
Dasar Manajemen |
Prinsip-prinsip organisasi sering disebut dengan azas-azas organisasi. Menurut Wursanto (2005:217), prinsip atau azas merupakan dasar, pondasi, atau suatu kebenaran yang menjadi pokok atau tumpuan berpikir. Jadi, secara singkat penulis menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan prinsip-prinsip atau azas-azas organisasi adalah pokok dasar atau pondasi yang menjadi pangkal tolal dalam menggerakkan suatu organisasi.
Wursanto (2005:219-220) menyatakan bahwa suatu organisasi dapat dikatakan sebagai organisasi yang baik apabila organisasi itu memiliki prinsip-prinsip berikut ini:
a. Perumusan Tujuan Dengan Jelas
Tujuan merupakan sesuatu yang harus ada dan dimiliki oleh setiap manusia, baik itu tujuan hidup, tujuan bekerja, dan tujuan-tujuan lainya. Sama halnya dengan organisasi yang dibentuk atas dasar adanya tujuan yang ingin dicapai, karena tidak mungkin terbentuk suatu organisasi tanpa adanya tujuan.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dalam organisasi sangat penting untuk ditetapkan dan dirumuskan secara jelas karena tujuan sebagai dasar dari sebuah organisasi untuk bergerak. Suatu organisasi tidak mungkin akan berjalan tanpa adanya tujuan.
b.Prinsip Kesatuan Perintah
Prinsip kesatuan perintah disebut juga prinsip kesatuan komando. Wursanto (2005:223) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan kesatuan perintah atau kesatuan komando adalah setiap anggota dalam organisasi hendaknya mempunyai seorang atasan langsung. Kesatuan perintah atau kesatuan komando merupakan terjemahan dari istilah bahasa Inggris yakni Unity of Command, One Master, Responsibility to one superior.
W. Warren Haynes & Joseph L. Massie (Sutarto, 2006:192) menyatakan bahwa No man can serve two bosses, artinya tidak ada orang dapat melayani dua kepala atau pimpinan. Hal ini berarti setiap anggota hanya dapat diperintah secara langsung oleh satu orang atasan atau pimpinan. Garis-garis saluran perintah dan tanggung jawab juga harus dengan jelas menunjukkan dari siapa seorang anggota menerima perintah dan kepada siapa dia harus bertanggung jawab. Sehubungan dengan ini Marry Cushing Nile (Sutarto, 2006:192) juga mengatakan bahwa tiap-tiap jabatan harus melapor hanya kepada satu jabatan, atau tiap-tiap individu harus melapor kepada seseorang dan hanya satu orang. Azas itu menunjukkan sebagai kesatuan perintah.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa prinsip kesatuan perintah atau kesatuan komando mutlak diperlukan dalam organisasi. Hal ini bertujuan untuk menghindari timbulnya kebingungan dan keraguan dari para anggota organisasi, serta menghindari adanya ketidakjelasan tanggung jawab. Selain itu, tidak adanya kesatuan perintah tentu akan berakibat mengacaukan jalannya organisasi.
c. Prinsip Keseimbangan
Organisasi selalu membutuhkan azas keseimbangan, artinya satuan-satuan organisasi hendaknya ditempatkan pada struktur organisasi sesuai dengan peranannya. Selain itu, beberapa satuan organisasi yang memiliki peranan sama penting harus ditempatkan pada jenjang organisasi yang setingkat sebagaimana dikemukakan oleh Sutarto (2006:196) bahwa :
“Satuan yang berperan penting hendaknya dijadikan satuan utama jangan dijadikan satuan lanjutan. Dengan diletakkan sebagai satuan utama yang berkedudukan langsung di bawah pucuk pimpinan, satuan yang berperan penting tadi benar-benar dapat menjalankan perannya dengan baik, sebaliknya apabila berperan penting tetapi hanya diletakkan sebagai satuan lanjutan yang berkedudukan pada jenjang di bawah maka tidak akan dapat berperan sesuai dengan harapan sebagai satuan yang berperan menentukan lajunya organisasi.”
Dari penjelasan tersebut di atas dapat diketahui bahwa dalam sebuah organisasi diperlukan adanya prinsip keseimbangan antara struktur organisasi dengan tujuan organisasi. Dengan kata lain, penyusunan struktur organisasi harus sesuai dengan tujuan dari organisasi. Tujuan organisasi tersebut akan diwujudkan melalui aktivitas atau kegiatan yang akan dilakukan.
d. Prinsip Pendistribusian Pekerjaan
Prinsip pendistribusian pekerjaan (distribution of work) disebut juga prinsip pembagian tugas atau pekerjaan. Wursanto (2005:230) menyatakan bahwa “Prinsip pembagian pekerjaan secara homogen atau distribution of work adalah mengelompokkan tugas atau pekerjaan yang sejenis atau yang erat hubungannya menjadi satu unit tersendiri”. Jadi, dalam pembagian pekerjaan, macam-macam tugas atau pekerjaan dalam suatu organisasi itu dibagi-bagi sedemikian rupa supaya dapat dilaksanakan oleh suatu unit tertentu.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa prinsip pendistribusian atau pembagian pekerjaan dalam organisasi didasarkan kepada kemampuan dan keahlian dari masing-masing anggota. Adanya kejelasan dalam pembagian tugas, akan memperjelas dalam pendelegasian wewenang, pertanggungjawaban, serta menunjang efektivitas jalannya organisasi.
e. Prinsip Rentangan Pengawasan
Menurut Wursanto (2005:233), prinsip rentangan pengawasan juga disebut prinsip rentangan kendali, prinsip rentangan kontrol, dan ada juga yang menyebut dengan istilah prinsip jenjang pengawasan. Dalam bahasa Inggris disebut dengan berbagai istilah, seperti span of control, span of supervision, span of management, dan ada juga yang menyebut dengan istilah span of authority.
Wursanto (2005:233) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan rentangan pengawasan adalah seberapa jauh kemampuan seorang pemimpin dalam mengawasi para bawahannya secara cepat dan tepat. Sedangkan Sutarto (2006:172) memberikan definisi sebagai berikut.
“Yang dimaksud dengan azas rentangan kontrol adalah jumlah terbanyak bawahan langsung yang dapat dipimpin dengan baik oleh seorang atasan tertentu. Yang dimaksud dengan bawahan langsung adalah sejumlah pejabat yang langsung berkedudukan di bawah seorang atasan tertentu. Yang dimaksud dengan atasan langsung adalah seorang pejabat yang memimpin langsung sejumlah bawahan tertentu.”
Apabila dilihat dari segi jumlah bawahan yang harus diawasi, Wursanto (2005:233) membedakan rentangan pengawasan menjadi dua, yaitu rentangan pengawasan yang luas dan rentangan pengawasan yang sempit. Rentangan pengawasan dapat dikatakan luas jika jumlah bawahan yang harus diawasi oleh seorang atasan cukup banyak. Sedangkan rentangan pengawasan sempit jika jumlah bawahan yang harus diawasi oleh seorang atasan relatif sedikit atau kecil.
Dari beberapa penjelasan mengenai rentangan pengawasan dapat disimpulkan bahwa rentangan pengawasan atau rentangan kontrol merupakan kegiatan organisasi yang menuntut kemampuan dari seorang anggota yang memiliki jabatan untuk memimpin dan mengawasi anggota lainnya yang dipimpinnya dalam melaksanakan tugasnya atau pekerjaannya.
f. Prinsip Pelimpahan Wewenang
Prinsip pelimpahan wewenang disebut juga pelimpahan kekuasaan atau Pelimpahan tanggung jawab. Istilah pelimpahan wewenang merupakan terjemahan dari istilah bahasa Inggris delegation of authority. Malayu S.P. Hasibuan (2008:72) menyatakan bahwa: “Pendelegasian wewenang adalah memberikan sebagian pekerjaan atau wewenang oleh delegator kepada delegate untuk dikerjakan atas nama delegator”.
Pelimpahan juga sama dengan penyerahan, sebagaimana dikemukakan Sutarto (2006:158) yakni sebagai penyerahan sebagian hak untuk mengambil tindakan yang diperlukan agar tugas dan tanggung jawabnya dapat dilaksanakan dengan baik dari pejabat yang satu kepada pejabat yang lain. Jadi, pelimpahan atau penyerahan wewenang itu bukan penyerahan hak dari atasan kepada bawahan, melainkan penyerahan hak dari pejabat kepada pejabat yang harus diikuti dengan pertanggungjawaban.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pelimpahan atau penyerahan wewenang dalam organisasi bukan hanya mengalir dari seorang anggota yang menduduki jabatan yang lebih tinggi kepada anggota yang menduduki jabatan yang lebih rendah, melainkan dapat juga dilakukan diantara anggota yang memiliki kedudukan yang sama atau setingkat. Pelimpahan wewenang juga harus diimbangi dengan pertanggungjawaban agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang.
g. Prinsip Departementalisasi
Prinsip departementalisasi merupakan terjemahan dari istilah bahasa Inggris yakni departementation, departementalization atau divisionalization. Wursanto (2005:242) memberikan penjelasan tentang departementalisasi sebagai berikut.
“Departementasi (departementation) adalah proses penggabungan pekerjaan ke dalam kelompok pekerjaan yang sejenis. Kelompok pekerjaan yang sejenis dinamakan fungsi. Setiap fungsi merupakan tugas dan tanggung jawab dari suatu unit tertentu dalam organisasi.”
Sementara itu, Sutarto (2006:66) juga menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan departementalisasi adalah :
“Departemenisasi adalah aktivitas untuk menyusun satuan-satuan organisasi yang akan diserahi bidang kerja tertentu atau fungsi tertentu. Fungsi adalah sekelompok aktivitas sejenis berdasarkan kesamaan sifatnya atau pelaksanaannya.”
Berdasarkan penjelasan tersebut di atas mengenai departementalisasi maka dapat penulis simpulkan bahwa departementalisasi merupakan pengelompokan kegiatan-kegiatan yang sama dan sejenis, serta berkaitan erat ke dalam suatu unit kerja (bagian) atau departemen dalam sebuah organisasi.
h. Prinsip Penempatan Orang Yang Tepat
Anggota merupakan penggerak organisasi untuk mewujudkan fungsi dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pada situs www.forumbebas.com, Gomes mengemukakan bahwa yang dimaksud penempatan orang yang tepat adalah serangkaian langkah kegiatan yang dilaksanakan untuk memutuskan apakah tepat atau tidaknya seseorang ditempatkan pada posisi tertentu yang ada di dalam organisasi.
Penempatan orang atau anggota meliputi anggota baru dan anggota lama, sebagaimana dikemukakan oleh Werther dan Keith Davis yang dikutip Fam Utama (1997:13) bahwa Placement is the assignment or reassignment of an employee to a new or different job. Jadi, penempatan anggota dalam sebuah organisasi merupakan penugasan atau penugasan kembali seorang anggota kepada tugas yang baru atau tugas yang berbeda.
Menurut Malayu S.P. Hasibuan (2001:64) penempatan anggota hendaknya memperhatikan azas penempatan orang-orang yang tepat dan penempatan orang yang tepat untuk jabatan yang tepat atau the right man in the right place and the right man on the right job. Dari pendapat tersebut dapat dipahami bahwa dengan adanya prinsip atau azas orang yang tepat di tempat yang tepat akan memberikan jaminan terhadap kestabilan, kelancaran dan efesiensi kerja dalam organisasi.
Dari berbagai penjelasan mengenai prinsip penempatan orang atau anggota yang tepat, penulis menyimpulkan bahwa penempatan seseorang dalam organisasi harus disesuaikan dengan bakat dan keahlian yang yang dimilikinya. Selain itu, harus memperhatikan kualifikasi yang dimiliki anggota sesuai dengan kebutuhan dan persyaratan dari suatu pekerjaan atau jabatan dalam organisasi.
i. Prinsip Koordinasi
Di dalam organisasi mutlak diperlukan koordinasi, sebagaimana dikemukakan oleh Henry G. Hodges (1956) dan Herbert G. Hicks (1967) yang dikutip oleh Sutarto (2006:145-146) bahwa coordination is the fundamental principle of organization (koordinasi adalah azas pokok organisasi) atau dapat pula dikatakan bahwa coordination is a common principle in all organization (koordinasi adalah azas umum dalam semua organisasi).
Dydiet Hardjito (2001:47) memberikan pengertian tentang koordinasi bahwa “Koordinasi adalah proses pengintegrasian tujuan-tujuan dan kegiatan dari satuan-satuan yang terpisah (unit-unit) suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi secara efisen”. Sedangkan Stoner, Freeman, dan Gilbert (1995) yang dikutip Sule dan Saefullah (2009:159) mengemukakan bahwa koordinasi adalah proses dalam mengintegrasikan seluruh aktivitas dari berbagai departemen atau bagian dalam organisasi agar tujuan organisasi bisa tercapai secara efektif.
Dari penjelasan mengenai prinsip koordinasi maka dapat disimpulkan bahwa koordinasi sangat diperlukan dalam organisasi. Apabila koordinasi dilakukan dengan efektif, maka pelaksanaan tugas-tugas dalam organisasi akan dapat berjalan dengan lancar, serta dapat menciptakan sebuah keharmonisan atau keserasian seluruh kegiatan dalam mencapai tujuan yang diharapkan.
j. Prinsip Balas Jasa Yang Memuaskan
Dalam sebuah organisasi, pemberian balas jasa atau imbalan jasa (compensation) merupakan hal yang sangat kompleks tetapi mempunyai arti penting bagi anggota maupun organisasi itu sendiri. Menurut Wursanto (2005:255), “balas jasa adalah imbalan yang diberikan kepada seseorang atas jerih payah yang telah disumbangkannya”. Handoko (2001:155) juga memberikan pengertian imbalan jasa atau kompensasi sebagai “segala sesuatu yang diterima oleh para anggota sebagai balas jasa untuk kerja mereka”.
Sedarmayanti (2001:9) menyatakan bahwa “kompensasi adalah pemberian balas jasa langsung (direct) dan tidak langsung (indirect) berupa uang atau barang kepada anggota sebagai imbalan jasa yang diberikan kepada organisasi”.
Pemberian balas jasa langsung merupakan imbalan yang diterima secara rutin atau per periode oleh anggota, misalnya pemberian upah, gaji, insentif, dan bonus. Sedangkan pemberian balas jasa tidak langsung merupakan imbalan yang diterima pegawai atau anggota tidak secara rutin, misalnya penyediaan fasilitas transportasi, pemberian asuransi, dan sebagainya.
Dari penjelasan di atas mengenai prinsip pemberian balas jasa maka dapat disimpulkan bahwa pemberian balas jasa atau imbalan jasa (compensation) merupakan imbalan yang diberikan kepada pegawai atau anggota atas jasa dan prestasi yang telah diberikan untuk organisasi. Selain itu, imbalan jasa atau kompensasi memiliki cakupan yang lebih luas daripada gaji atau upah, artinya dapat diberikan dalam berbagai macam bentuk kompensasi.
Refrensi:
Wursanto, Ig. (2005). Dasar-dasar Ilmu Organisasi. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Sutarto. (2006). Dasar-dasar Organisasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Hasibuan, H. Malayu S.P. (2008). Manajemen: Dasar, Pengertian, dan Masalah. Jakarta: Bumi Aksara
Sedarmayanti. (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: PT Refika Aditama.
Sule, Ernie Tisnawati & Saefullah, Kurniawan. (2009). Pengantar Manajemen.Jakarta: Kencana.