Nawacita Jokowi-JK :
a.
Menghadirkan kembali negara untuk melindungi
segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara, melalui
politik luar negeri bebas aktif, keamanan nasional yang terpercaya dan
pembangunan pertahanan negara Tri Matra terpadu yang dilandasi kepentingan
nasional dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim.
b.
Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun
tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya,
dengan memberikan prioritas pada upaya memulihkan kepercayaan publik pada
institusi-institusi demokrasi dengan melanjutkan konsolidasi demokrasi melalui
reformasi sistem kepartaian, pemilu, dan lembaga perwakilan.
c.
Membangun Indonesia dari pinggiran dengan
memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.
d.
Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi
sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya.
e.
Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia
melalui peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan dengan program
"Indonesia Pintar"; serta peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan
program "Indonesia Kerja" dan "Indonesia Sejahtera" dengan
mendorong land reform dan program kepemilikan tanah seluas 9
hektar, program rumah kampung deret atau rumah susun murah yang disubsidi serta
jaminan sosial untuk rakyat di tahun 2019.
f.
Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing
di pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama
bangsa-bangsa Asia lainnya.
g.
Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan
menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.
h.
Melakukan revolusi karakter bangsa melalui
kebijakan penataan kembali kurikulum pendidikan nasional dengan mengedepankan
aspek pendidikan kewarganegaraan, yang menempatkan secara proporsional aspek
pendidikan, seperti pengajaran sejarah pembentukan bangsa, nilai-nilai
patriotisme dan cinta Tanah Air, semangat bela negara dan budi pekerti di dalam
kurikulum pendidikan Indonesia.
i.
Memperteguh kebhinnekaan dan memperkuat
restorasi sosial Indonesia melalui kebijakan memperkuat pendidikan kebhinnekaan
dan menciptakan ruang-ruang dialog antarwarga.
Salah satu program
yang tertuang dalam Nawa Cita pemerintahan Jokowi-JK dalam sektor pertanian adalah
meningkatkan kepemilikan petani atas tanah pertanian menjadi rata-rata 2 hektar
(saat ini masih di bawah 0,75 hektar), dan meningkatkan swasembada pangan dalam
rangka ketahanan pangan. Untuk merealisasikan hal tersebut, pemerintah
berencana untuk melakukan redistribusi tanah seluas 9 hektar yang akan menjadi
tanah bagi petani. Tanah ini dapat berasal dari tanah di bawah otoritas Badan
Pertanahan Nasional (BPN), atau tanah kawasan hutan produksi yang dapat
dikonversi, serta adanya pengakuan hak ulayat masyarakat hukum adat. Pemerintah
beranggapan bahwa program ini pada akhirnya akan dapat menyejahterakan para
petani, khususnya petani kecil.
Ini merupakan salah satu program yang
tertuang di nawacita ( Janji Jokowi-JK) ke 5 : Kami akan meningkatkan kualitas
hidup manusia Indonesia melalui peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan
dengan program “Indonesia Pintar” dengan wajib belajar 12 Tahun bebas pungutan;
peningkatan layanan
kesehatan masyarakat dengan menginisiasi kartu “Indonesia Sehat”; serta
peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan program “Indonesia kerja” dan
“Indonesia Sejahtera” dengan mendorong land reform dan program
kepemilikan tanah seluas 9 juta hektar; program rumah kampung deret atau rumah
susun murah yang disubsidi serta Jaminan Sosial untuk seluruh rakyat di tahun
2019.
Menurut
pandangan saya kalau dilihat dari sistem-sistem yang dibuat dalam nawacita
jokowi ada sisi positif dan negatif. Yang
pertama jokowi akan membuat bank tani untuk mengurangi impor pangan,
indonesia sendiri saat ini ketergantungan terhadap impor sangat tinggi padahal
sumber daya alam di Indonesia sangat melimpah. Salah satu tujuan membuat bank
tani ini adalah bisa menekan inflasi sehingga kenaikan bahan pokok tidak akan
terulang terus-menerus. Dan dapat meningkatkan taraf hidup petani lokal dan
menambah pemodalan bagi petani.
Kedua Swasembada
panggan 5 komoditas yang dijanjikan
jokowi akan direalisasikan 5 tahun kedepan. Menurut pendapat saya Indonesia
tidak mampu untuk swasembada pangan 5 komoditas sampai saat ini kondisi nyata
petani di Indonesia :
a. Petani
kita miskin
b. Lahan
( sawah beririgasi teknis , non-teknis dan lahan kering ) contohnnya di Jawa
semakin menurun
c. Produktivitas
per/hektar relatif rendah
Berswasembada
pangan dapat mensejahterakan petani bisa asalkan Indonesia perlu meningkatkan
produktivitas per/petani bukan menambah luas lahan. Beberapa contoh : bibit
unggul, teknik penanaman dan panen, teknik pemeliharaan. Biaya logistik di
Indonesia masih sangat besar dari tingkat PDRB. Contohnnya biaya angkut antar
pulau lebih mahal dibandingkan impor. Indonesia juga harus menghemat lahan
untuk kebutuhan jenis pangan baru maupun kebutuhan tanah diluar pangan. Kita
membiarkan lahan subur untuk pertanian di konversi menjadi perumahan dan
manufaktur ini merupakan suatu kerugian yang sangat luar biasa dan masih
terjadi sampai saat ini. Seharusnnya Indonesia bisa meniru jepang dimana
produktivitas pertanian yang rendah ditingkatkan dan pada saat bersamaan
menjadi kekuatan manufaktur.
Ketiga adalah
pemerintah Jokowi-jk menjanjikan program akan
meningkatkan rasio lahan pertanian dan petani, dari 0,3 hektar per kepala
keluarga (KK) tani, menjadi 2 hektar per KK. Sisi positif dari program ini mungkin
dapat memperbaiki kesejahteraan petani dengan adannya penambahan lahan
pertanian. Jokowi mengadopsi bentuk-bentuk pertanian berkelanjutan yang
bersifat konservatif dan rehabilitas pada program reforma agraria. Seharusnnya pemerintah Jokowi
dan JK melakukan retribusi lahan 9 juta hektare untuk pertanian harus dikaji
terlebih dahulu tidak bisa asal mengumbar janji dan akhirnnya program ini tidak
dapat direalisasikan.
Kajian
pertama,
adannya kajian dampak lingkungan dan sosial dilakukan secara komprehensif
sebelum keputusan mengeksekusi program. Kedua, pengelolaan lingkungan hidup harus
dilaksanakan secara optimal dengan menghindari atau meminalkan potensi dampak
negatif yang mungkin terjadi. Karena penentuan lahan bukan menjadi kedok
kolaborasi oknum aparat pemerintah dan pengusaha untuk memanen kayu dari hutan
.Pemerintah juga seharusnnya tidak
memaksakan angka luasan sebagaimana yang direncanakan, bila kajian dampak
lingkungan dan sosial program tersebut belum dilakukan. Pendekatan bertahap,
dengan mengeksekusi program pada wilayah yang dinyatakan layak lingkungan dan
sosial saja, akan membuat program ini benar-benar bisa bermanfaat. Indonesia
memiliki lahan terlantar/tidak produktif yang sangat luas yang berada di kawasan
hutan, sekitar 14 juta hektare, bahkan perhitungan lainnya mencapai angka 30
juta hektaree. Disarankan agar lahan yang terlantar tersebut bisa
diprioritaskan untuk dimanfaatkan, tentunya dengan dilakukan kajian mendalam
terlebih dahulu.
Ketiga, pengelolaan dampak sosial harus
dilaksanakan dengan tujuan peningkatan kesejahteraan petani. Artinya Jokowi
sendiri harus tepat sasaran merealisasikan program ini “Jangan sampai lahan itu
jatuh ke kalangan elit lokal. Oleh karena itu perlu identifikasi petani peserta
program, terutama masyarakat adat dan masyarakat lokal yang berada pada lokasi
program. Prioritas harus diberikan kepada para petani tuna kisma (yang sama
sekali tidak memiliki lahan) dan gurem (yang memiliki lahan sangat kecil).Untuk
itu, pemerintah harus memperhatikan lokasi sebaran petani marjinal di Indonesia
sehingga pembukaan lahan bisa dimaksimalkan penggunaannya. Sebagian besar
petani gurem dan tuna kisma itu ada di Jawa. Mereka bisa diprioritaskan tetapi
tidak harus dengan memindahkannya atau transmigran ke luar Jawa. Di Jawa
sendiri banyak ditemukan tanah absentee atau tanah pertanian yang letaknya
berjauhan dengan pemiliknya. Seharusnnya bisa memanfatkan lahan ini. Keempat, pembagian kepemilikan tanah
agar dijamin kepada masyarakat yang berhak untuk mendapatkan lahan yang menjadi
tujuan reforma agraria. Kepemilikan tanah ini disertai dengan sertifikat hak
milik yang tidak dapat dipindahkan kepemilikannya, diperjualbelikan dan
diagunkan dalam masa minimal 10 tahun. Sehingga pengelolaan tanah dapat dijamin
keberlangsungannya secara produktif untuk tanah pertanian sesuai dengan tujuan
mulia reforma agraria.
Kesimpulan dari pendapat saya bahwa Nawa Cita yang diusung pasangan
Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (Jokowi-JK) adalah sebuah
prinsip yang baik dan cocok untuk Indonesia dengan segala
tantangannya.Masalahnya, pelaksanaannya secara menyeluruh belum bisa
diandalkan, sehingga publik mulai mempertanyakan pasangan pemimpin itu
mewujudkan sembilan agenda prioritas Jokowi-JK atau disebut Nawa Cita.
Sebenarnya "Nawa Cita bagus sebagai konsep, karena mencoba meraba
perkembangan baru. Mungkin bisa dilihat sebagai pandangan dan program yang
merespons tantangan yang dihadapi bangsa dan negara, baik domestik maupun
internasional. Tapi masalahnya di pelaksanaan.
Agar Nawa Cita dapat
diimplementasikan dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Yakni, seharusnnya
adannya dukungan birokrasi untuk melaksanakan dan kemauan politik pihak di luar
pemerintah untuk mendukungnya.Untuk pelaksanaan, perlunya pemerintah memberi
perhatian khusus kepada aparat birokrasi. Sebab semua konsep baru bisa berjalan
kalau disertai upaya sistematis, cermat, hati-hati, tapi tak lamban, dan
semuanya oleh birokrasi. Kultur birokrasi tak bisa dilawan yang harus dipahami,
ditelisik, diperbaiki, sehingga jadi infrastruktur yang sesuai untuk
pelaksanaan Nawa Cita. Dalam konteks itu, perlu perbaikan kualitas menteri yang
membawahi birokrasi di masing-masing lembaga.
Kinerja sang menteri harus
benar-benar dievaluasi terlebih dahulu sebelum diputuskan apakah perlu di-reshuffle
atau tidak. Kinerja itu khususnya terkait kemampuannya menangani birokrasi
dalam melaksanakan Nawa Cita.Jajaran birokrasi itu krusial. Seorang menteri,
sebelum membawa anggaran untuk disahkan, perencanaannya oleh birokrasi.
Konsolidasi dilakukan dulu oleh birokrasi. Ketika anggaran cair di awal tahun,
yang menjalankan birokrasi. Sentuh lah birokrasi itu. Remunerasi penting, tapi
itu hanya salah satu bagian saja. Banyak yang lain.Sementara hal lainnya adalah
menyangkut stabilitas politik yang harus diciptakan semua pihak agar pemerintah
benar-benar bisa bekerja untuk rakyat. Bahawa sukses Nawa Cita tak hanya
bergantung pemerintah. Tetapi. Juga civil society. LSM-LSM, daripada
sekedar demonstrasi, baiknya perlu lebih banyak berefleksi. Supaya mereka lebih
bertumpu pada agenda besar membangun peradaban yang berguna bagi bangsa dan
masyarakat.
Namun , program Nawa Cita ini
pada akhirnnya sampai detik ini masih belum bisa direalisasikan dan tidak
terdengar padahal nawa cita ini sebagai agenda pokok dan janji politik Presiden
Jokowi saat kampanye Pilpres dulu. Seharusnnya pemerintah berjalan sesuai
agenda yang dijanjikan dan bisa ditagihkan. Kirannya perlu diingatkan bahwa
dalam tatanan sistem presidensial, agenda dan janji politik saat kampanye akan
menajdi GBHN bagi presiden jokowi. Namun seharusnnya nawa cita menjadi sumber
inspirasi tetapi malah sebaliknnya menimbulkan kontra.Seharusnnya pemerintah
jokowi bisa mengimplementasikan kebijakan-kebijakan dan janji-janji yang
tertuang dalam pilpres sebelumnnya sehingga Indonesia bisa menjadi lebih baik
dan pemerintah tidak seharusnnya melakukan suatu rancangan tidak
setenah-setengah harus melaksanakannya terfokus pada hal-hal yang di anggap
“penting”.
|
Ekonomi Pertanian |